Las Vegas - Jika penonton merasa tak puas karena Manny Pacquiao dinyatakan kalah, itu mungkin karena petinju Filipina itu tampil lebih "menghibur". Statistik menunjukkan sebaliknya.
Reputasi Pacquiao terlanjur membuat fans tinju seluruh dunia jatuh hati. Ia tak cuma milik Filipina dan Asia, tapi juga dunia.
Pacquiao adalah petinju yang tak kenal takut, selalu menyerang, menyerang, menyerang. Bukankah itu yang ingin dilihat penonton dalam sebuah pertarungan tinju? Ibarat sepakbola, kesebelasan yang menampilkan permainan terbuka dan menyerang, umumnya akan diberi tepuk tangan lebih keras daripada tim yang "parkir bus" untuk meredam lawan, sebelum melancarkan serangan balik untuk meraih kemenangan.
Laki-laki 36 tahun itu juga punya kekuatan fisik yang juga luar biasa, yang membuat dirinya sanggup bertarung sampai bel terakhir berbunyi, dengan intensitas yang terjaga sejak ronde pertama. Jika dia menang, penonton akan standing applause. Jika kalah, penonton akan tetap melakukan hal yang sama.
Orang tidak terlalu memedulikan rekor bertanding Pacquiao. Empat kekalahan yang dia alami sebelum menghadapi Mayweather seperti dianggap "tidak ada". Tiga tahun lalu dia dikalahkan Timothy Bradley Jr. Dan enam bulan kemudian dipukul KO Juan Manuel Marquez di rondek keenam. Tapi sekali lagi, orang "awan" kerap tidak menganggap penting rekor itu karena Pacquiao adalah seorang penghibur di atas ring.
Pac Man selalu tampak simpatik. Dia selalu tersenyum. Dia juga dermawan. Sejak awal dia sudah mendeklarasikan untuk menyumbangkan setengah dari uang yang dia dapat dari pertandingannya melawan Mayweather sebagai amal. Bayangkan: sedekah 50 juta dolar.
Bandingkan dengan Mayweather. Dia dikenal sebagai "si mulut sampah" -- bukankah itu salah satu daya tarik seorang petinju? -- dan mungkin juga ... "mata duitan".
Tak heran, ketika tiga juri memberi skor kemenangan buat Mayweather, terdengar "huuu... " dari penonton. Sebab, Pacquiao memang tampil lebih agresif daripada Mayweather. Ia tampak lebih rajin melepaskan pukulan ketimbang lawannya itu. Setiap kali memaksa Mayweather ke sudut ring, penonton bersemangat, berharap akan ada pukulan bertubi-tubi dari Pacquiao.
Tapi, sejumlah analis tinju melihat dari sudut pandang yang berbeda. Bahwa Pacquiao bermain lebih "heroik", itu tak terbantahkan. Tapi, Mayweather meladeni dengan piawai. Kerap kali terlihat pukulan Pacquiao menerpa angin karena The Pretty Boy sangat cepat berkelit. Dia lincah bergerak ke samping untuk menghindari duel jarak rapat dengan Pacquiao. Pertahanannya juga sangat solid.
Mayweather tahu, jika meladeni tawaran "jual-beli" dari Pacquiao, ia akan lebih mendapatkan kesulitan. Ia tak perlu "malu" untuk merangkul cepat jika merasa agak terdesak. Dan hal yang tak boleh dilupakan adalah, dia memiliki serangan balik yang efektif, dengan jab-jab dan straight yang keras dan terarah. Itu sebab dia tak terkalahkan sepanjang kariernya -- dan bergemilang gelar (dan uang).
"Mayweather, pastinya, adalah seorang sarjana pertahanan, ilmuwan, teknisi, seorang yang klinis, dan ahli taktik. Hampir semua bromida tinju yang mentereng adalah milik Mayweather, yang punya gaya bikin ngantuk, tapi hasilnya tak perlu dipertanyakan lagi," tulis Jason Keidel dari CBS Sport.
Jika percaya statistik, angka yang tercatat pun memihak Mayweather. Dia melepaskan total 435 pukulan, dan 148 di antara masuk (34%). Pacquiao? Bahkan tidak lebih sering dari yang kelihatan. Dia "hanya" meluncurkan 429 pukulan dengan akurasi 18,9% saja. Sekali lagi, itu jika Anda percaya pada statistik.
Siapa sesungguhnya yang lebih pantas dianggap juara, biarkan saja menjadi perdebatan. Keputusan sudah diambil (juri). Kepuasan itu soal lain. Filipina tetap akan menyambut kepulangan Pacquiao sebagai pahlawan
0 komentar :
Posting Komentar